well, ini hasil translate-an saya yang sudah bertahun-tahun lamanya dari sebuah cerpen di Story edisi 19 . wkwkwkwk. Selamat menikmati~
Aura
“Nama saya
Ken... Ken Arok”. Kelas mendadak dipenuhi dengan gelak tawa, gemuruh, dan
celaan. Bu Laila tersenyum karena dia melihat ruangan yang penuh ini dan setiap
orang tertawa tanpa terkontrol. Ini bukanlah yang pertama kali terjadi padaku.
Reaksi ini terlihat seperti sesuatu yang akan selalu aku temui ke mana pun aku
pergi.
Alasan aku
pindah ke sini bahkan tidak lagi penting. Aku murid baru di kelas 11 untuk ilmu
sosial. Salah satu teman sekelasku bukanlah gadis yang baik, dia bahkan tidak
mengatakan “Hai” ketika aku mencoba berbicara padanya. Dia hanya menunjukan
namanya, yang dia tulis di bukunya. Yaitu Aura.
Aku tersenyum
padanya. Aura berarti sebuah difusi cahaya. Tetapi, aku tidak melihat sedikit pun
cahaya di wajahnya, atau merasakan cahaya itu memancar wajahnya. Tak ada sesuatu yang ada padanya,
kecuali keangkuhaan. Sesungguhnya, dia angkuh tetapi dia adalah gadis yang
cantik. Setidaknya selama beberapa menit pertama semenjak aku di kelas baru
ini, juga selama aku duduk di sebelah mejanya. Sikapnya tetap saja sama sampai
berakhirnya kelas.
“Dapatkah aku
meminjam catatanmu dari pelajaran yang terakhir?” Aku bertanya padanya.
Dengan senyum
kecil yang dipaksakan di wajahnya, dia memberikan padaku bukunya. Tetap dia
tidak mengatakan sepatah kata pun. Aku terkejut karena bukunya sangat rapi. Buku
itu bersampul cokelat tua di bawah plastik pembungkus yang bening. Dia
sebenarnya gadis yang baik, setidaknya untuk saat ini, sesaat sebelum
istirahat. Aku tahu betapa sulitnya itu untuk meminjamkan buku catatanmu kepada
orang yang tidak kamu ketahui apa pun kecuali namanya. Namun, dia melakukannya
padaku.
“Bolehkah aku
menyalin semua catatanmu? Biarkan aku menyalinnya. Agar lebih mudah bagiku
untuk menangkap pelajaran.”
Dia hanya
menganggukan kepalanya, kemudian mengumpulkan semua buku dan alat tulisnya. Dia
menaruh semuanya ke dalam tas punggung berwarna biru tua yang terlihat seperti
milikku. Tanpa mengatakan apa pun dia pergi membawa sapu tangan dan tas kecil
lucu bertali miliknya. Aku pikir dia terlalu angkuh, tetapi dia juga baik. Aku merasa
hal ini aneh.
***
“Bagaimana hari
pertamamu di sekolah, hmm?” Ayah bertanya padaku.
“Ken sedang
jatuh cinta sayang. Tak dapatkah kamu melihaynya?” Mama menyela.
Ayahku tertawa,
menepuk bahuku, sedangkan mama terus menggodaku.
Aku tidak bisa
tersenyum pada diriku sendiri selama aku menyalin catatan Aura. Siapa yang bilang
aku sedang jatuh cinta padanya? Aku hanya heran tentang pertentangan pada
kepribadiannya. Dia angkuh tetapi juga baik. Dan aku gagal untuk membuatnya
berbicara bahkan satu kata pun sebelum pulang ke rumah dari sekolah. Pada saat
itu dia telah berlari ke mobil yang membawanya pulang ke rumah.
Malam berjalan
dengan lambatnya, berkabut dan dingin. Misteri tentang Aura, teman sekelasku,
terus menggangguku, lain kali aku harus mencari jawabannya. Aku berjanji pada
diriku.
***
Sekali lagi aku
berkonsetrasi menyalin catatan Aura. Aku tidak yakin ingin membacanya ulang.
Bagaimanapun, jika aku menulis ulang kata-katanya dan membacanya, itu berarti
aku belajar pelajaran yang sama dua kali. Dengan melakukan itu akan sangat
membantuku, anak laki-laki yang tidak terlalu pintar.
... Pada jaman
dahulu kala, prajurit dari kerajaan Daha mencari Ken arok. Dia menyembunyikan
dirinya di pohon Tal, kemudian dia terbang dengan hati-hati dengan daun Tal
sebagai sayapnya. Ini merupakan simbol dari pengetahuan yang luas. Daun yang
menjadi sayap merupakan simbol pengetahuan dan juga ilmu pengetahuan.
Hidupnya penuh
dengan masalah dan penderitaan. Ibunya, Ken Endok membuangnya ketika dia masih
anak kecil, sampai seorang pencuri menemukannya dan merawatnya. Kemudian dia
bekerja sebagai gembala dan diadopsi oleh beberapa orang. Mereka adalah seorang
penjudi, Bango Samparan, seorang pemimpin daerah yang idealis, Pak Sahaja, seorang
tukang emas, Empu Palot, dan terakhir
Brahmana Lohgawe.
Ken arok
merupakan contoh dari keberanian seorang pemuda. Dia memiliki kecakapan yang
bagus dan seorang penimba ilmu yang baik dalam ilmu pengetahuan. Sangat
disayangkan dia menjadi kurang perhatian dan ceroboh karena nafsunya. Seluruh
keberanian dan kecakapanya berubah menjadi pengecut. Ini dikarenakan dia ingin menikahi
Ken Dedes, istri dari Tunggul Ametung, sehingga dia membunuh suaminya. Aku
pikir dia tergoda bukan hanya karena pahanya yang sempurna, tetapi juga karena
dia dewi dari ilmu pengetahuan dan kecerdasan. Dia adalah Pradnya Paramita. Dan
Ken Arok adalah penggemar ilmu pengetahuan.
Aku menangkap
tulisan Aura. Tapi aku heran mengapa dia menulis cerita ini tentang Ken arok?
Mungkinkah ini menunjuk padaku? Tapi, jika iya, apa maksud dia melakukan ini?
Aku tidak seperti Ken Arok yang dibuang oleh ibunya. Aku bukan anak laki-laki
yang diadopsi oleh penjudi. Aku ;ahir ketika panggilan untuk bersembahyang
terdengar dari ribuan masjid, waktu ketika orang kehilangan dirinya dalam pelukan
Tuhan di keheningan malam. Kakekku lah yang manamai aku Ken Arok.
***
“Terima kasih
banyak. Kamu gadis yang baik. Persis seperti Dewi Pradnya Paramita.” Aku
berkata pada Aura ketika aku mengembalikan bukunya. “Dan kamu adalah seorang
penulis yang baik. Aku kagum padamu.”
Dia hanya
menganggukan kepalanya dan tersenyum. Dia tidak berkata apa pun, bahkan satu
kata.
“AKU BISU”
Itu yang dia
tulis dalam cetakan hurus besar, di halaman terakhir bukunya.
Aku terkejut.
Kalimat itu memukulku sangat dalam. Segalanya yang pernah aku pikirkan tentang
dia yang angkuh telah hilang. Kemudian dia menundukan kepalanya, dan
menempatkannya di tangan kirinya di atas meja. Rambutnya menggantung ke bawah dengan
bebas, menyelip keluar dari pita rambut merahnya. Aku tidak percaya Allah
mencintai-Nya dengan cara-Nya sendiri. Dan Dia menunjukkannya dengan mengambil
suara gadis cantik ini.
“Ini tidak
penting, Aura” Aku mencoba meyakinkannya.
Dia mengangkat
kepalanya. Terlalu banyak orang dapat mengatakan apa pun yang mereka inginkan
dan menyebabkan perang yang telah membunuh banyak orang yang tidak bersalah.
Terlalu banyak percakapan yang berakhir dengan membuat konflik dan menyebabkan
orang tidak mempercayai satu sama lain. Terlalu banyak pembicara yang bagus
yang melukai orang lain dan membuat hidup mereka tidak berharga. Dan terlalu
banyak orang yang mampu berbicara dan membuat kata, tetapi semua yang
dikatakannya bohong. Orang-orang ini bahkan akan setuju untuk mengadu perkataan
mereka bahkan jika ini berarti melukai orang yang mereka cintai.
“Kamu beruntung,
Aura. Allah telah menyelamatkanmu dari kata-kata yang tidak penting,” Aku
berkata lagi. Dia melihatku sebentar. Pelan-pelan, tangisnya jatuh. Dan setelahnya,
aku mendapati sapu tangannya telah basah, wajahnya memerah, matanya merah, dan
bibirnya menggigil.
“Tak seorang pun
pernah mengatakan padaku seperti itu!” Dia menulis.
“Itulah mengapa
aku mengatakannya padamu,” Aku berkata pelan. Kemudian dia mneggambar sesuatu
di bukunya, membuat gambar lingkaran. Dan akhirnya sebuah wajah yang tersenyum
muncul dengan rambut di dahi dan sedikit janggut. Itu telihat seperti AKU...
(Story Edisi 19/25 Februari 2011)